Rabu, 04 Mei 2016

MASA DEPAN TENIS MEJA INDONESIA


Saat ini ada dua pengurus tenis meja di Indonesia. PP PTMSI dan PB PTMSI. Semuanya mempunyai kekuatan masing-masing. Dua pengurus itu mempunyai program sendiri-sendiri, dan menurut kedua pengurus itulah program yang terbaik. Dua pengurus juga mempunyai pendukung masing-masing di pusat dan di daerah. Sampai saat ini dua kubu tersebut beleum mau bersatu. Pertanyaannya adalah mereka sebetulnya mewakili siapa? pemain Indonesia? rakyat Indonesia? atau siapa? tidak jelas. Saling mempunyai alasan tersendiri. Dan saling menalahkan. Saling klaim.

Sampai saat ini belum ada program yang jelas secara sistematis. Tidak ada Liga Tenis Meja, tidak ada seleksi nasional yang komprehensif. Apalagi pembinaan yang berjenjang dan berkelanjutan. Adanya pertandingan yang dilakukan masing-masing. Tentu ini merugikan pembina dan pemain. Sampai kapan ini terjadi? tidak jelas juga.

Para tokoh tenis meja mungkin sudah "bosan" memberi saran. Bahkan mulai frustrasi, apalagi para pemain sudah gundah gulana dan kecewa. Mau ikut PP PTMSI takut tidak diikutsertakan PP PTMSI dan sebaliknya.  Sama-sama tidak mau mengalah.

Masa Depan tenis meja Indonesia terlihat suram. Kita masih terhibur ada berbagai turnamen yang dislenggarakan oleh para "penggila tenis meja" mereka rela kehilangan ratusan juga hanya menyelenggarakan turnamen tenis meja. Tidak ada untungnya. Hanya "gila" (cinta mati) dengan tenis meja. Potensi yang banyak, sumber daya yang melimpah dan dukungan yang sangat mengesankan, tapi tidak ada pembinaan dari induk olahraganya yang jelas.

Apa mau dikata? demikianlah keadaan tenis meja Indonesia saat ini. Oleh karena itu memerlukan gerakan baru dalam membangkitkan tenis meja. Ibarat Klub sepak bola Inggris. Leicester City. 132 tahun tidak pernah juara. Di tangan Claudio Ranieri bisa bangkit menjadi juara Liga Primer Inggris. Ranieri menjungkirbalikkan keadaan. Membalik sinisme dengan kerja kolektif yang komprehensif dan kepemimpnan yang kuat. Mau menjalin kerjasama dan paham akan masalah yang dihadapi. Mau berkaca dengan keadaan. Tidak terkungkung dalam kebesaran dirinya.

Tenis meja perlu tokoh yang bisa mempersatukan. Siapa? Kalau tidak Wapres , ya tentu Presiden. Kalau Menpora? sudah membuat himbauan tapi tidak mempan. Kenapa dibawa keranah yang lebih tinggi? karena sudah sulit bersatu kalau hany pada level Menteri. Kita yakin bisa. Sedangkan perundingan tentang teroris saja bisa dilakukan dan hasilnya bisa dibebaskan. Masak untuk rukun saja sulit. Tapi kalau diundang Wapres atau Presiden pasti bisa.

Mari kita tunggu siapa yang mau memprakarsai untuk mengundang Wapres atau Presiden.

Menunggu waktu yang lama itu jenuh. Tapi tetap menunggu karena tidak bisa berbuat sesuatu.